REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berjualan dengan sistem Multi Level
Marketing (MLM) punya tawaran menggiurkan. Mulai dari bonus, potongan
harga barang, hingga hadiah-hadiah lainnya. Pantas saja, anggota MLM
sangat militan dalam memasarkan produk-produknya. Namun, bagaimanakah
tinjauan hukum fiqhnya dengan model jual beli demikian?
Dr Husain
Syahrani dalam disertasi doktoralnya di Universitas Islam Al-Imam Ibnu
Suud Arab Saudi berjudul Al-Taswiq al-Tijari wa Ahkamuhu fi al-Fiqh
al-Islami mengkaji betul bagaimana tinjauan MLM dari ranah syariatnya.
Ia
mendefenisikan MLM dengan sistem penjualan langsung, di mana barang
dipasarkan langsung dari produsen ke konsumen. Para konsumen yang
sekaligus memasarkan barang mendapat imbalan bonus. Bonus tersebut
diambil dari keuntungan setiap pembeli yang dikenalkan oleh pembeli
pertama berdasarkan ketentuan yang diatur.
Dr Husain Syahrani menyebut setidaknya ada empat kategori yang menjadikan sistem MLM dihukum haram.
Pertama, mengandung unsur riba fadl dan nasi'ah. Setiap anggota
menyerahkan uang dalam jumlah kecil untuk mendapatkan uang dalam jumlah
yang lebih besar. Ini berarti uang ditukar dengan uang dengan nominal
yang tidak sama dan tidak tunai.
Sementara itu, status
barang/produk yang dijual perusahaan kepada konsumen sebatas kedok
saja. Dalam MLM, barang bukanlah tujuan orang yang ikut dalam jaringan
tersebut.
Jadi walaupun barangnya halal, baik, dan produk-produk
Islami tidak akan mengubah hukum jual beli MLM menjadi halal. Maka apa
pun jenis produk yang dipasarkan dengan sistem MLM, sekalipun
produknya adalah barang-barang yang Islami, seperti kaset-kaset DVD
Islami, obat-obatan, hingga jasa perjalanan umrah, bisa jatuh pada
keharaman.
Kedua, adanya unsur garar (spekulasi). Setiap yang ikut dalam jaringan
MLM tidak tahu apakah akan berhasil merekrut anggota (downline) dalam
jumlah yang diinginkan atau tidak.
Sekalipun MLM terus
beroperasi, pada suatu saat pasti akan terhenti. Maka pada saat ia
bergabung ke dalam jaringan ia tidak tahu, apakah dia berada pada
tingkat atas sehingga dia akan beruntung ataukah dia akan berada pada
tingkat bawah sehingga dia akan rugi.
Ketiga, adanya unsur memakan harta manusia dengan cara yang batil.
Karena yang mendapat keuntungan dari sistem ini hanyalah perusahaan MLM
dan sejumlah kecil anggota yang ada di level atas.
Perusahaan
MLM sudah pasti mendapatkan keuntungan karena produknya terus dijual
dengan sistem berantai. Keuntungan pun semakin berlipat karena harga
jual produknya berkali-kali lipat.
Sejumlah kecil anggotanya
(upline) juga mendapat keuntungan atau bonus sebagai imbalan dari
memasarkan produk. Bonus tersebut diambil dari keuntungan setiap
pembeli yang dikenalkan oleh pembeli pertama berdasarkan ketentuan yang
diatur.
Keempat atau terakhir, adanya unsur penipuan, menyembunyikan cacat, dan pembohongan publik.
Anggota
MLM dalam memasarkan produknya mengatakan seolah-olah penjualan
produk. Padahal, inti yang sebenarnya adalah menjanjikan bonus yang
sangat besar jika masuk sebagai anggota. Kenyataannya, bonus yang
dijanjikan itupun jarang diperoleh setiap anggota.
Inilah
alasannya Dr Husain Syahrani mengatakan, tak ada satupun ulama yang
sepakat membolehkan sistem ini jika mengkaji betul model jual belinya.
Ia juga mengatakan, MLM diharamkan bukan karena produknya, melainkan karena sistem pemasarannya. (Baca laporan lengkapnya di Harian Republika edisi Jumat (28/8)).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar