Begitu juga di negara Indonesia yang sudah mempunyai undang-undang, dimana dalam setiap keputusan untuk menghukum seseorang telah disesuaikan dengan dasar yang jelas. Dan di dalam penerapannya, hukuman tertinggi yang bisa diterima seorang narapidana di negara Indonesia adalah hukuman mati yang dilakukan dengan cara tembak sampai mati.
Pembaca yang budiman, seperti yang telah diberitakan oleh media-media lokal, nasional sampai media internasional. Di awal tahun 2015 ini, Indonesia menjadi sorotan dunia lantaran hukuman mati yang dilaksanakan pemerintah Indonesia terhadap terpidana mati kasus narkoba.
Presiden Indonesia terpilih periode 2014-2019, presiden Jokowi telah menolak grasi bagi terpidana mati kasus narkoba yang tertangkap. Penolakan grasi oleh presiden mempunyai arti bahwa usaha yang dilakukan oleh terpidana mati agar hukuman yang telah dijatuhkan pengadilan bisa dibatalkan atau sekedar dikurangi telah ditolak. Hal tersebut berarti keputusan pengadilan terus berlaku. Dan hukuman tembak mati yang diterapkan di negara Indonesia sudah menanti bagi terpidana. Baca juga Menumbuhkan Keyakinan Bahwa Beban Bukanlah Halangan Hidup.
Dasar Hukum Pelaksanaan Hukuman Tembak Mati di Indonesia
Pembaca yang budiman, suatu negara tentunya tidak akan ceroboh dalam
menetapkan hukuman mati. Harus ada dasar hukum dalam melaksanakan
hukuman mati bagi terpidana mati. Begitu pun di Indonesia yang telah
mempunyai dasar hukum kuat yang digunakan dalam melaksanakan hukuman
tembak mati.
Pasal UU2/PNPS/1964
Dijelaskan dalam Pasal UU2/PNPS/1964 bahwa pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati. Jika terpidana mati sedang hamil, maka pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan 40 hari setelah anaknya dilahirkan.
Pasal UU2/PNPS/1964
Dijelaskan dalam Pasal UU2/PNPS/1964 bahwa pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati. Jika terpidana mati sedang hamil, maka pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan 40 hari setelah anaknya dilahirkan.
Dalam pelaksanaannya, eksekusi pidana mati dilakukan oleh regu penembak
dari Brigade Mobil (Brimob) yang dibentuk oleh Kepala Kepolisian Daerah
di wilayah kedudukan pengadilan yang menjatuhkan pidana mati. Regu
tembak tersebut terdiri dari seorang Bintara, 12 orang Tamtama, di bawah
pimpinan seorang Perwira.
Peraturan Kapolri No.12 Tahun 2010
Peraturan Kapolri No.12 Tahun 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar