Di dalam kehidupan bermasyarakat ada hukum yang mengatur tatanan sebuah negara. Tanpa hukum maka terjadilah kekacauan dalam negara itu. Hukum tidak tertulis dalam masyarakat yang diajarkan turun temurun adalah etika. Sehingga tanpa sadar seseorang mengerti apa baik dan buruknya hidup bermasyarakat tanpa merugikan orang lain, baik secara moril maupun materiil yaitu dengan standar etika.
Demikian juga dalam bisnis di dunia asuransi. Sekalipun perusahaan berusaha memberi aturan tertulis hukum yang tidak boleh dilanggar, namun kenyataannya hukum itu hanya ntuk mengamankan perusahaan dari kerugian yang ditimbulkan karena ulah agen agennya. Sementara hukum tertulis antara agen dengan agen lainnya jarang benar benar diberlakukan dan dilaksanakan. Oleh karena itu standar etika ini penting bagi kita pelaku bisnis asuransi.
Demikian juga dalam bisnis di dunia asuransi. Sekalipun perusahaan berusaha memberi aturan tertulis hukum yang tidak boleh dilanggar, namun kenyataannya hukum itu hanya ntuk mengamankan perusahaan dari kerugian yang ditimbulkan karena ulah agen agennya. Sementara hukum tertulis antara agen dengan agen lainnya jarang benar benar diberlakukan dan dilaksanakan. Oleh karena itu standar etika ini penting bagi kita pelaku bisnis asuransi.
Suatu ketika ada salah satu agen menunjukkan wajah muram. Raut mukanya kelihatan kecewa, karena tetangga sebelah rumahnya membeli produk I Plan. Dia kecewa karena tetangga sebelah rumahnya membeli dari agen lain, dengan premi 30 juta per tahun. Berita ini dia dapatkan ketika tadi pagi secara tidak sengaja bertemu di mini market dekat rumah, dan agen tersebut bermaksud membuat janji bertemu untuk prospekting.
Dalam kekecewaannya Agen curhat ke temannya dan bermaksud menyarankan tetangganya membatalkan polis tersebut, dan memberi diskon premi, agar tetangga tersebut membeli IPlan padanya.
Harusnya dalam situasi ini agen ini tidak patut menyesal. Karena kesalahan ini akibat dia terlambat menawarkan produknya, sehingga agen lain berhasil closing lebih dahulu.
Saat ini etika seorang agen asuransi diuji. Melakukan free look period memang bisa dilakukan. Namun hal ini melanggar etika bisnis. Saya sering memberikan gambaran pada para agen. Pernahkah mereka membayangkan sebagai agen yang polis nasabahnya di free look, karena rayuan agen lain yang memberi diskon kepada nasabahnya ? Pernahkah Anda bayangkan bila Agen tersebut, karena telah membayangkan bakal menerima sejumlah komisi kemudian melakukan pembelian barang untuk keluarga yang dicintai dengan menggunakan kartu kredit, dengan harapan setelah menerima komisi dia bisa membayar tagihannya. Dan ternyata pada akhirnya komisi tersebut tidak bakal diterima karena polis tersebut di free look. Betapa kecewanya dia. Mengapa kita harus merusak piring mangkuk periuk nasi dari teman sesama agen.
Dalam kekecewaannya Agen curhat ke temannya dan bermaksud menyarankan tetangganya membatalkan polis tersebut, dan memberi diskon premi, agar tetangga tersebut membeli IPlan padanya.
Harusnya dalam situasi ini agen ini tidak patut menyesal. Karena kesalahan ini akibat dia terlambat menawarkan produknya, sehingga agen lain berhasil closing lebih dahulu.
Saat ini etika seorang agen asuransi diuji. Melakukan free look period memang bisa dilakukan. Namun hal ini melanggar etika bisnis. Saya sering memberikan gambaran pada para agen. Pernahkah mereka membayangkan sebagai agen yang polis nasabahnya di free look, karena rayuan agen lain yang memberi diskon kepada nasabahnya ? Pernahkah Anda bayangkan bila Agen tersebut, karena telah membayangkan bakal menerima sejumlah komisi kemudian melakukan pembelian barang untuk keluarga yang dicintai dengan menggunakan kartu kredit, dengan harapan setelah menerima komisi dia bisa membayar tagihannya. Dan ternyata pada akhirnya komisi tersebut tidak bakal diterima karena polis tersebut di free look. Betapa kecewanya dia. Mengapa kita harus merusak piring mangkuk periuk nasi dari teman sesama agen.
Di situasi yang berbeda, seorang agen lagi memprospek calon nasabahnya. Dan ternyata prospek 6 bulan yang lalu membeli polis dari company yang berbeda.
Apa yang bisa dilakukan seorang agen ? Seorang agen yang tidak mengerti standar etika akan serta merta mencari kejelekan produk dan menyarankan nasabah untuk tidak melanjutkan polis tersebut, dan diarahkan membeli produk kepadanya. Tahukah Anda, dengan tidak melanjutkan polis, ada banyak pihak akan dirugikan. Yang jelas nasabah akan rugi, karena premi tersebut akan hangus. Dan agen yang menjual akan kehilangan komisi berikutnya yang seharusnya merupakan hak dia. Serta penilaian persistensinya akan jatuh, membuat penerimaan bonusnya menurun. Banyak korban akibat tindakan yang tidak etis!!
Dalam situasi tersebut alangkah bijaksananya kalau agen tidak menyarankan nasabah untuk menghentikan polis tersebut. Pada dasarnya tidak ada produk yang benar benar super tanpa cela. Jadi bila dicari kelemahannya pasti setiap agen yang berpengalaman bisa mendapatkannya. Sebagai Agen profesional, Anda akan lebih etis bila mempelajari polis tersebut, dan menjual fitur yang belum dipunyai dalam polis yang sudah dibeli. Dengan catatan nasabah masih punya kemampuan untuk melakukan pembayaran premi. Dengan sikap seperti itu akan menimbulkan respek nasabah terhadap Anda. Kalau nasabah sudah membeli dari orang lain, sekali lagi hal itu karena kesalahan agen sendiri yang kalah cepat, sehingga ada agen lain yang lebih dulu menjualnya. Oleh karena itu belajar dari pengalaman ini, jangan suka menunda nunda bila akan melakukan prospek pada seseorang, karena akan berisiko agen lain akan bertindak lebih cepat daripada Anda.
Pada situasi saat ini menjual asuransi sudah masuk dalam area penjualan konsultatif, dan setiap agen bertindak secara profesional, sebagai penasehat keuangan. Sehingga bukan masanya lagi untuk menjelekkan agen lain, menjelekkan produk lain, atau menjelekkan company lain. Segala bentuk propaganda tentunya berfokus pada kelebihan produk yang kita miliki, kelebihan kita sebagai agen dalam memberikan pelayanan, dan komitmen company kita dalam melayani nasabah. Bukan berfokus pada kejelekan kompetitor. Bila hal itu dilakukan dengan baik, kita semua sudah mempunyai etika bisnis. Ingat dengan menjelekkan agen lain, maka secara tidak langsung kita juga menjelekkan profesi agen pada umumnya. Sehingga kita juga tidak berbeda dengan mereka. Menjelekkan company lain, akan berdampak keraguan masyarakat akan company asuransi pada umumnya. Dan perilaku kita menjelekkan kompetitor belum tentu disukai oleh calon atau nasabah kita. Karena menjual tanpa menjelekkan kompetitor malah akan memberikan penilaian positif dari calon atau nasabah kita.
Apa yang bisa dilakukan seorang agen ? Seorang agen yang tidak mengerti standar etika akan serta merta mencari kejelekan produk dan menyarankan nasabah untuk tidak melanjutkan polis tersebut, dan diarahkan membeli produk kepadanya. Tahukah Anda, dengan tidak melanjutkan polis, ada banyak pihak akan dirugikan. Yang jelas nasabah akan rugi, karena premi tersebut akan hangus. Dan agen yang menjual akan kehilangan komisi berikutnya yang seharusnya merupakan hak dia. Serta penilaian persistensinya akan jatuh, membuat penerimaan bonusnya menurun. Banyak korban akibat tindakan yang tidak etis!!
Dalam situasi tersebut alangkah bijaksananya kalau agen tidak menyarankan nasabah untuk menghentikan polis tersebut. Pada dasarnya tidak ada produk yang benar benar super tanpa cela. Jadi bila dicari kelemahannya pasti setiap agen yang berpengalaman bisa mendapatkannya. Sebagai Agen profesional, Anda akan lebih etis bila mempelajari polis tersebut, dan menjual fitur yang belum dipunyai dalam polis yang sudah dibeli. Dengan catatan nasabah masih punya kemampuan untuk melakukan pembayaran premi. Dengan sikap seperti itu akan menimbulkan respek nasabah terhadap Anda. Kalau nasabah sudah membeli dari orang lain, sekali lagi hal itu karena kesalahan agen sendiri yang kalah cepat, sehingga ada agen lain yang lebih dulu menjualnya. Oleh karena itu belajar dari pengalaman ini, jangan suka menunda nunda bila akan melakukan prospek pada seseorang, karena akan berisiko agen lain akan bertindak lebih cepat daripada Anda.
Pada situasi saat ini menjual asuransi sudah masuk dalam area penjualan konsultatif, dan setiap agen bertindak secara profesional, sebagai penasehat keuangan. Sehingga bukan masanya lagi untuk menjelekkan agen lain, menjelekkan produk lain, atau menjelekkan company lain. Segala bentuk propaganda tentunya berfokus pada kelebihan produk yang kita miliki, kelebihan kita sebagai agen dalam memberikan pelayanan, dan komitmen company kita dalam melayani nasabah. Bukan berfokus pada kejelekan kompetitor. Bila hal itu dilakukan dengan baik, kita semua sudah mempunyai etika bisnis. Ingat dengan menjelekkan agen lain, maka secara tidak langsung kita juga menjelekkan profesi agen pada umumnya. Sehingga kita juga tidak berbeda dengan mereka. Menjelekkan company lain, akan berdampak keraguan masyarakat akan company asuransi pada umumnya. Dan perilaku kita menjelekkan kompetitor belum tentu disukai oleh calon atau nasabah kita. Karena menjual tanpa menjelekkan kompetitor malah akan memberikan penilaian positif dari calon atau nasabah kita.
Itulah hal yang banyak terjadi di dalam dunia penjualan, bagaimana dengan dunia rekruting ?
Di dalam bisnis ini saling merekrut agen antar company sudah kerap terjadi. Karena antara satu company dengan company yang lain mempunyai bisnis plan yang berbeda. Tidak saja berbeda dengan besar kompensasi, namun juga menyangkut visi atau pola membangun karier atau bisnisnya. Tentu saja hal ini merupakan hal biasa dan sangat wajar. Etika bisnis dalm rekruting lebih ke arah rekrut sesama perusahaan dari team yang berbeda. Hal yang sering juga terjadi, pernah seorang Leader mengeluh kalau kerabatnya baru direkrut sebagai Agen oleh Leader lain. Dan prosesnya sudah mengisi Form Keagenan, hanya belum melakukan ujian AAJI. Di situasi itu etika seorang Leader akan diuji. Apakah dia dengan jiwa besar memberi semangat kerabatnya untuk tetap berada di team orang lain, atau berusaha mempengaruhi untuk membatalkan Form Keagenan tersebut, dan pindah menjadi teamnya. Sebenarnya hal ini sama dengan etika penjualan. Dimana kesalahan terletak pada Leader yang kalah cepat merekrut, sehingga kerabatnya direkrut Leader lain. Jadi dengan sadar akan etika bisnis seorang Leader sudah bisa memutuskan langkah yang sesuai dengan etika bisnis.
Di dalam pembinaan team, saya selalu menyarankan agar tidak terjadi cross-lining consultation. Artinya seorang agen hanya melakukan konsultasi ke leader langsungnya atau segaris struktur. Bukan kepada Leader lain yang tidak berkepentingan atas bisnisnya.
Satu waktu ada seorang agen dari team yang berbeda yang mencoba berkomunikasi dengan saya. Dengan senang hati saya mempunyai teman baru. Namun dalam perbincangan selanjutnya, arah pembicaraaan sudah mengarah ke curhat. Yang isinya ketidak puasan agen tersebut ke Leadernya. Dalam situasi ini kita mempunyai beberapa pilihan. Yang pertama, kita dengarkan curhatnya, menerima keluhannya, dan ikut masuk dalam situasinya. Berlaku sebagai malaikat penyelamat, dan terlibat dalam persoalannya. Sehingga memperjelas keburukan Leadernya. Dan saat seperti inilah membuat seseorang bisa berminat untuk keluar dari Leader asalnya dan mencari Leader baru.
Pilihan yang ke dua, adalah tidak memberi kesempatan agen tersebut berkeluh kesah dan menceritakan problem internalnya. Sehingga tidak ada celah untuk memperburuk situasi.
Dengan mengerti etika bisnis, harusnya kita semua tahu pilihan apa yang akan kita ambil.
Membuka celah pembicaraan keluh kesah ujungnya pasti akan menjelekkan pihak tertentu. Yang paling aman adalah menghindari komunikasi bisnis terhadap cross-lining. Karena kadang kebijaksanaan yang dibuat Leader yang satu dengan Leader yang lain bisa berbeda. Dan kita saling menghargai aturan tiap tiap 'rumah tangga'. Akan lebih baik bila kita sebagai Leader justru melakukan edifikasi kepada Leader lain, dan memotivasi agen tersebut untuk tetap fokus pada bisnisnya. Karena Leader itu ibarat orang tua, yang siap membantu dan melihatnya 'anak anak'nya sukses. Kehilangan saudara masih bisa tergantikan, namun kehilangan orang tua tidak akan bisa tergantikan oleh apapun. Patut disayangkan bila ada seorang yang mengaku dirinya Leader namun berusaha menjelekkan Leader yang lain, agar orang tersebut pindah ke teamnya. Kalau hal itu dilakukan sama dengan menunjukkan dirinya tidak mempunyai integritas. Bagaimana Leader tersebut bisa mengajarkan etika bisnis kalau dirinya sendiri tidak memberi teladan, dan malah melakukan hal yang tidak terpuji. Sebagai Leader kita tidak hanya mengajarkan bagaimana melakukan prospekting dan closing. Namun kita juga mengajar mereka mempunyai attitude yang baik. Dan pengajaran yang diberikan bukan hanya melalui kata kata atau jargon yang indah dan manis didengar. Namun memberi contoh teladan dengan apa yang kita lakukan. Tindakan tidak etis yang dilakukan Leader, akan berdampak pada penilaian orang lain. Lingkungan luar bisa menilai hal tersebut, dan tindakan itu seperti menggali liang kubur bagi dirinya sendiri. Dan yang memalukan tindakan itu menunjukkan ketidak mampuan 'leader' tersebut merekrut.
Etika bisnis bukanlah sesuatu yang harus tertulis. Kadang tanpa peraturan yang mengikatpun bila dilandasi dengan kesadaran akan etika maka tidak ada tindakan yang bisa merugikan pihak lain. Setiap tindakan yang akan dilakukan cobalah dibayangkan dengan bercermin, bila kondisi kita yang berbalik, apakah kita tetap akan melakukan tindakan yang bakal merugikan orang lain. Dari dasar itulah kita semua bisa memutuskan tindakan apa yang tepat dalam bisnis ini, tanpa harus menunggu aturan atau hukum yang diberlakukan. Karena kita harus tetap ingat, bahwa ketika menabur angin, maka satu waktu kita siap menuai badai. Menjalankan bisnis ini tanpa etika, menanam bibit permusuhan, jauh dari kesuksesan, sumpah serapah dan makian membahana di awan. Sebaliknya menjalankan etika bisnis dengan hati nurani membuat bisnis kita mempunyai jalan yang lapang, menjaring banyak kawan yang mengantar kesuksesan kita dengan senyum dan tawa. Sukses menanti Anda !!! (HC)
Di dalam bisnis ini saling merekrut agen antar company sudah kerap terjadi. Karena antara satu company dengan company yang lain mempunyai bisnis plan yang berbeda. Tidak saja berbeda dengan besar kompensasi, namun juga menyangkut visi atau pola membangun karier atau bisnisnya. Tentu saja hal ini merupakan hal biasa dan sangat wajar. Etika bisnis dalm rekruting lebih ke arah rekrut sesama perusahaan dari team yang berbeda. Hal yang sering juga terjadi, pernah seorang Leader mengeluh kalau kerabatnya baru direkrut sebagai Agen oleh Leader lain. Dan prosesnya sudah mengisi Form Keagenan, hanya belum melakukan ujian AAJI. Di situasi itu etika seorang Leader akan diuji. Apakah dia dengan jiwa besar memberi semangat kerabatnya untuk tetap berada di team orang lain, atau berusaha mempengaruhi untuk membatalkan Form Keagenan tersebut, dan pindah menjadi teamnya. Sebenarnya hal ini sama dengan etika penjualan. Dimana kesalahan terletak pada Leader yang kalah cepat merekrut, sehingga kerabatnya direkrut Leader lain. Jadi dengan sadar akan etika bisnis seorang Leader sudah bisa memutuskan langkah yang sesuai dengan etika bisnis.
Di dalam pembinaan team, saya selalu menyarankan agar tidak terjadi cross-lining consultation. Artinya seorang agen hanya melakukan konsultasi ke leader langsungnya atau segaris struktur. Bukan kepada Leader lain yang tidak berkepentingan atas bisnisnya.
Satu waktu ada seorang agen dari team yang berbeda yang mencoba berkomunikasi dengan saya. Dengan senang hati saya mempunyai teman baru. Namun dalam perbincangan selanjutnya, arah pembicaraaan sudah mengarah ke curhat. Yang isinya ketidak puasan agen tersebut ke Leadernya. Dalam situasi ini kita mempunyai beberapa pilihan. Yang pertama, kita dengarkan curhatnya, menerima keluhannya, dan ikut masuk dalam situasinya. Berlaku sebagai malaikat penyelamat, dan terlibat dalam persoalannya. Sehingga memperjelas keburukan Leadernya. Dan saat seperti inilah membuat seseorang bisa berminat untuk keluar dari Leader asalnya dan mencari Leader baru.
Pilihan yang ke dua, adalah tidak memberi kesempatan agen tersebut berkeluh kesah dan menceritakan problem internalnya. Sehingga tidak ada celah untuk memperburuk situasi.
Dengan mengerti etika bisnis, harusnya kita semua tahu pilihan apa yang akan kita ambil.
Membuka celah pembicaraan keluh kesah ujungnya pasti akan menjelekkan pihak tertentu. Yang paling aman adalah menghindari komunikasi bisnis terhadap cross-lining. Karena kadang kebijaksanaan yang dibuat Leader yang satu dengan Leader yang lain bisa berbeda. Dan kita saling menghargai aturan tiap tiap 'rumah tangga'. Akan lebih baik bila kita sebagai Leader justru melakukan edifikasi kepada Leader lain, dan memotivasi agen tersebut untuk tetap fokus pada bisnisnya. Karena Leader itu ibarat orang tua, yang siap membantu dan melihatnya 'anak anak'nya sukses. Kehilangan saudara masih bisa tergantikan, namun kehilangan orang tua tidak akan bisa tergantikan oleh apapun. Patut disayangkan bila ada seorang yang mengaku dirinya Leader namun berusaha menjelekkan Leader yang lain, agar orang tersebut pindah ke teamnya. Kalau hal itu dilakukan sama dengan menunjukkan dirinya tidak mempunyai integritas. Bagaimana Leader tersebut bisa mengajarkan etika bisnis kalau dirinya sendiri tidak memberi teladan, dan malah melakukan hal yang tidak terpuji. Sebagai Leader kita tidak hanya mengajarkan bagaimana melakukan prospekting dan closing. Namun kita juga mengajar mereka mempunyai attitude yang baik. Dan pengajaran yang diberikan bukan hanya melalui kata kata atau jargon yang indah dan manis didengar. Namun memberi contoh teladan dengan apa yang kita lakukan. Tindakan tidak etis yang dilakukan Leader, akan berdampak pada penilaian orang lain. Lingkungan luar bisa menilai hal tersebut, dan tindakan itu seperti menggali liang kubur bagi dirinya sendiri. Dan yang memalukan tindakan itu menunjukkan ketidak mampuan 'leader' tersebut merekrut.
Etika bisnis bukanlah sesuatu yang harus tertulis. Kadang tanpa peraturan yang mengikatpun bila dilandasi dengan kesadaran akan etika maka tidak ada tindakan yang bisa merugikan pihak lain. Setiap tindakan yang akan dilakukan cobalah dibayangkan dengan bercermin, bila kondisi kita yang berbalik, apakah kita tetap akan melakukan tindakan yang bakal merugikan orang lain. Dari dasar itulah kita semua bisa memutuskan tindakan apa yang tepat dalam bisnis ini, tanpa harus menunggu aturan atau hukum yang diberlakukan. Karena kita harus tetap ingat, bahwa ketika menabur angin, maka satu waktu kita siap menuai badai. Menjalankan bisnis ini tanpa etika, menanam bibit permusuhan, jauh dari kesuksesan, sumpah serapah dan makian membahana di awan. Sebaliknya menjalankan etika bisnis dengan hati nurani membuat bisnis kita mempunyai jalan yang lapang, menjaring banyak kawan yang mengantar kesuksesan kita dengan senyum dan tawa. Sukses menanti Anda !!! (HC)
Sumber:
http://headquartersfinancial.com/index.php/artikel/seputar-bisnis/187-apa-itu-etika-bisnis-2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar