Bagi umat
Muslim Hajar Aswad bukan batu hitam biasa, tetapi benda yang sangat mulia dan
dikeramatkan. Beberapa hadits Nabi telah mendasari alasan ini, seperti bisa
melebur dosa hanya dengan menyentuhnya, menjadi saksi di hari kiamat, bahkan
dikatakan sebagai batu suci yang dikirim dari surga. Dari sederet fadhilah
itulah Hajar Aswad menjadi salah satu ikon sakral bagi umat Muslim.
Sejarah mencatat, batu yang amat dimuliakan itu pernah dicuri oleh sekawanan
perampok yang menyebabkan Ka’bah tanpa Hajar Aswad dalam waktu 22 tahun. Tidak
saja hilangnya batu suci itu, bersamaan dengan peristiwa tersebut terjadi pula
pembantaian massal jamaah haji dan penduduk Makkah secara umum. Tragis. Para
sejarawan mencatat peristiwa ini dengan detail dalam kitab-kitab tarikh mereka,
seperti Ibnu Katsir dalam Al-Bidâyah wan Nihâyah, Ibnul Atsir dalam Al-Kâmil
fit Târîkh, Ibnu Jari ath-Thabari dalam Tarîkhul Umam wal Muluk, dan sejumlah
sejarawan lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Sependek penelusuran penulis, Ibnu Katsir dalam Al-Bidâyah wan Nihâyah cukup
objektif dan komprehensif melaporkan hal ini. Berikut kisah lengkapnya. Sekali
waktu di musim haji tahun 317 H/886 M, segerombolan perampok datang ke Makkah
untuk berbuat onar. Mereka merupakan kelompok Qaramithah (termasuk Syiah
Ismailiyah) di bawah pimpinan Abu Thahir Sulaiman bin Abu Said al-Husain
al-Janabi. Keberadaan mereka sangat ditakuti. Mendengar namanya saja,
orang-orang Makkah segera mengamankan diri masing-masing. Kebetulan, jamaah
haji dari Irak di bawah pimpinan Manshur ad-Dailami yang pada tahun ini ke
Makkah menjadi sasaran empuk mereka. Tepat pada hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah),
orang-orang Qaramithah merampas seluruh harta jamaah, bahkan tak segan
membantai siapa saja jamaah yang mereka temui.
Banyak jamaah yang terbunuh. Mayat-mayat mereka kemudian dibuang ke sumur
Zam-Zam, ada juga yang dikubur di tanah Haram dan lokasi Masjidil Haram. Tanpa
dimandikan, dikafani, ataupun dishalati. “Tidak habis pikir, di bulan
Dzulhijjah yang dimuliakan (termasuk asyhurul hurum), di tanah suci Makkah,
bahkan di dekat Ka’bah, Qaramithah melakukan semua itu seolah merasa tak
berdosa,” sesal Sejarawan Muslim Ibnu Katsir dalam Al-Bidâyah wan Nihâyah
Abu Thahir membenarkan aksi jahatnya itu dengan legitimasi teologis: membawa
nama Allah untuk melakukan pembunuhan. Bahkan dengan jumawa ia menantang
tentara burung Ababil yang dulu pernah membinasakan Abrahah saat berniat
menghancurkan Ka’bah.
Entah apa yang merasuki Abu Thahir dan keroco-keroco Qaramithah itu,
sampai-sampai kelakuannya seperti orang kesetanan. Abu Thahir sampai
memerintahkan pasukannya untuk mencopot pintu Ka'bah, merobek-robek kiswahnya
dan dibagikan ke pasukannya seolah bangga merayakan kemenangan. Ia juga
menyuruh seseorang untuk menaiki bangunan suci itu dan mencopot talangnya.
Karena orang itu jatuh tanpa sebab hingga meninggal, Abu Thahir membiarkan
talang Ka'bah di posisinya. Hingga akhirnya ia menyuruh seseorang untuk
mencongkel Hajar Aswad dari Ka'bah dan membawanya pulang. Jelas ini masalah
serius bagi umat Muslim. Ka'bah tanpa batu sakral itu rasanya sangat janggal.
Merespons hal ini, Amir Kota Makkah bersama keluarga dan beberapa pengikutnya
menyusul Qaramithah dan sebisa mungkin membujuk mereka agar mau mengembalikan
Hajar Aswad. Sampai-sampai Amir rela memberikan seluruh hartanya asalkan batu
hitam itu mau dikembalikan. Abu Thahir tidak menggubris permohonan Sang Amir.
Bahkan Amir, keluarga, dan sejumlah pengikutnya tersebut dibantai habis.
Tampaknya pasukan Amir bukan apa-apa di hadapan rombongan Qaramithah yang kuat
dan bengis itu.
Bersama pasukan Qaramithah, Abu Thahir dengan bangganya membawa pulang banyak
harta jarahan dan Hajar Aswad di daerahnya, wilayah Hajr. Sejak saat itu Ka'bah
tanpa Hajar Aswad selama 22 tahun. (Ibnu Katsir, Al-Bidâyah wan Nihâyah, 2015
juz 11, h. 172)
Afiliasi Fathimiyah Naga-naganya kelompotan Qaramithah ini sebenarnya
orang-orang kafir dan zindiq yang selama ini belum banyak orang tahu. Demikian
Ibnu Katsir melaporkan. Mereka berafiliasi dengan kelompok Fathimiyah yang pada
tahun itu berkuasa di wilayah Afrika bagian selatan tepatnya di Maroko.
Pemimpin Fathimiyah itu bernama Abu Muhammad ‘Ubaidillah bin Maimun al-Qadah
yang dijuluki Al-Mahdi. Fathimiyah merupakan satu-satunya dinasti yang secara
resmi mengadopsi cabang Syiah Ismailiyah. Melihat track record-nya, Al-Mahdi
ini sebenarnya orang Yahudi yang berprofesi sebagai tukang emas dari daerah
Salamiah, sebuah distrik di Suriah Barat. Ia bermigrasi ke Maroko dan mengaku
sebagai seorang syarif (masih memiliki nasab ke Rasulullah) dari kalangan
Fathimiyah. Pengakuannya dipercayai begitu saja oleh orang-orang Barbar dan
sejumlah masyarakat lainnya. Pengakuannya dipercayai begitu saja oleh
orang-orang Barbar dan sejumlah masyarakat lainnya. Ia kemudian mendirikan
negara yang berpusat di Kota Sijilmasa, Maroko dan membuat kota baru bernama
Al-Mahdiyah, dinisbatkan pada julukannya, Al-Mahdi.
Kembalinya Hajar Aswad
Demikianlah kisah tragedi Qaramithah yang memilukan. Kita bersyukur, saat ini Makkah, Arab Saudi menjadi kota yang aman. Setiap tahunnya ada jutaan umat Muslim melawat ke Kota Suci itu untuk menunaikan ibadah haji dengan aman dan selamat.
Sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/tragedi-qaramithah-22-tahun-ka-bah-tanpa-hajar-aswad-HQrnz
Sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/tragedi-qaramithah-22-tahun-ka-bah-tanpa-hajar-aswad-HQrnz
Sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/tragedi-qaramithah-22-tahun-ka-bah-tanpa-hajar-aswad-HQrnz
Sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/tragedi-qaramithah-22-tahun-ka-bah-tanpa-hajar-aswad-HQrnz
Sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/tragedi-qaramithah-22-tahun-ka-bah-tanpa-hajar-aswad-HQrnz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar