Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Ketakwaan merupakan bekal yang
paling baik dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Itulah salah satu alasan
kenapa pesan ketakwaan menjadi salah satu rukun yang wajib disampaikan setiap
khatib Jumat saat menyampaikan materi khutbahnya. Jika wasiat takwa ini tidak
disampaikan kepada jamaah, maka secara hukum, rangkaian shalat Jumat pun tidak
sah. Sehingga pada kesempatan mulia ini, saya selaku khatib berwasiat kepada
seluruh jamaah wabil khusus kepada diri khatib sendiri untuk senantiasa
meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt dengan berjuang sekuat tenaga
menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Selain dampak positif yang bisa kita
dapatkan dari adanya era digital ini, ancaman nyata juga hadir dan bisa membawa
kita terjerumus kepada hal-hal negatif. Menyikapi kondisi ini, perlu kita
meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan dengan terus memperkuat literasi
digital alias kecakapan dalam pemanfaatan alat dan media digital. Allah
berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Alaq ayat 1-5:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ.
خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ
بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
Artinya: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan; Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah; Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah; Yang mengajar (manusia) dengan perantara qalam (pena); Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Allah menurunkan firman-Nya tentang
membaca. Ayat ini adalah ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah swt
kepada Nabi Muhammad saw. Sebuah ayat yang mengingatkan kepada kita untuk
membaca, membaca, dan membaca. Membaca di sini bukan hanya membaca secara
tekstual, yakni mencari informasi huruf, kata, kalimat, paragraf sampai dengan
teks. Membaca ini juga bermakna kontekstual, yakni membaca situasi dan kondisi
lingkungan serta perkembangan zaman. Pada era digital saat ini, di mana
informasi yang beredar di dunia maya sudah overload (berlebihan) perlu disikapi
dengan kemampuan membaca dengan cermat dengan bekal literasi digital.
Terkait derasnya informasi yang beredar ini, Allah subhanahu wata'ala juga
sudah memberikan panduan melalui firman-Nya dalam QS Al-Hujurat Ayat 6:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن
جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ
فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Kemampuan untuk menyaring informasi
ini menjadi ciri dari apakah kita memiliki literasi digital yang baik atau
tidak. Secara umum literasi digital adalah kemampuan seseorang untuk memahami
dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber. Tentunya
semakin baik literasi digital yang dikuasai seseorang, maka akan semakin besar
peluang untuk selamat dari hal-hal negatif di dunia maya yang tentu bisa
berimbas pada kehidupan nyata. Sebaliknya, seseorang yang rendah literasi
digitalnya, maka akan mudah terprovokasi oleh berita dan informasi yang
diedarkan oknum ataupun kelompok yang tidak bertanggung jawab. Literasi digital
juga akan mampu menyelamatkan mental kita dari kecanduan media sosial dan lebih
peka terhadap apa yang terjadi di sekeliling kita. Kecanduan media sosial bisa
menjadikan seseorang tidak peduli pada sekitar. Orang yang jauh didekatkan
sementara orang yang dekat malah dijauhkan. Seseorang yang memiliki literasi
digital yang baik akan mampu dengan bijak menggunakan media sosial sesuai
porsinya. Ia juga akan mampu memilah dan memilih informasi dan menjaga
kesehatan mental dari pengaruh informasi yang tidak benar atau hoaks. Literasi
digital akan mampu mengingatkan seseorang untuk berhati-hati dan menjaga
keamanan diri dan orang lain terutama dari tindak kejahatan digital.
Banyaknya informasi yang tersedia di
dunia maya membutuhkan kewaspadaan kita, terlebih jika itu terkait dengan
permasalahan agama. Jangan sampai kita terjebak belajar agama dari sumber yang
tidak terpercaya karena saat ini memang siapa saja bisa membuat konten-konten
agama dan dengan mudah disebarkan di dunia maya. Kita perlu mengingat bahwa
belajar agama harus melalui guru yang memiliki silsilah serta kompetensi
keilmuan yang jelas dengan rekam jejak keteladanan dan sikap yang baik. Di era
saat ini kita harus memegang prinsip:
اُنْظُرْ مَا قَالَ وَ انْظُرْ مَنْ قَالَ
“Lihat apa yang dikatakan dan lihat juga siapa yang mengatakan”.
Terlebih itu berasal dari internet
atau media sosial sehingga kita bisa terhindar dari informasi yang disampaikan
oleh orang yang tidak berkompeten di bidangnya.
Hal ini selaras dengan metode para ulama dalam menentukan apakah sebuah hadits
itu shahih atau tidak. Para ulama selalu mempertimbangkan sanad atau silsilah
orang-orang yang membawa atau meriwayatkan sebuah hadits. Ulama juga
mempertimbangkan rawi yakni informan atau orang yang menyampaikan hadits dari
Nabi Muhammad saw. Jika orang yang ada dalam sanad atau rawi ini diragukan
kejujuran dan kredibilitasnya maka secara otomatis akan mempengaruhi kualitas
dari hadits tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar