Senin, 01 Agustus 2022

Literasi Digital dan Kesehatan Mental

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

 

Ketakwaan merupakan bekal yang paling baik dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Itulah salah satu alasan kenapa pesan ketakwaan menjadi salah satu rukun yang wajib disampaikan setiap khatib Jumat saat menyampaikan materi khutbahnya. Jika wasiat takwa ini tidak disampaikan kepada jamaah, maka secara hukum, rangkaian shalat Jumat pun tidak sah. Sehingga pada kesempatan mulia ini, saya selaku khatib berwasiat kepada seluruh jamaah wabil khusus kepada diri khatib sendiri untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt dengan berjuang sekuat tenaga menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.


Selain dampak positif yang bisa kita dapatkan dari adanya era digital ini, ancaman nyata juga hadir dan bisa membawa kita terjerumus kepada hal-hal negatif. Menyikapi kondisi ini, perlu kita meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan dengan terus memperkuat literasi digital alias kecakapan dalam pemanfaatan alat dan media digital. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Alaq ayat 1-5:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

Artinya: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan; Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah; Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah; Yang mengajar (manusia) dengan perantara qalam (pena); Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

 

Allah menurunkan firman-Nya tentang membaca. Ayat ini adalah ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw. Sebuah ayat yang mengingatkan kepada kita untuk membaca, membaca, dan membaca. Membaca di sini bukan hanya membaca secara tekstual, yakni mencari informasi huruf, kata, kalimat, paragraf sampai dengan teks. Membaca ini juga bermakna kontekstual, yakni membaca situasi dan kondisi lingkungan serta perkembangan zaman. Pada era digital saat ini, di mana informasi yang beredar di dunia maya sudah overload (berlebihan) perlu disikapi dengan kemampuan membaca dengan cermat dengan bekal literasi digital.

Terkait derasnya informasi yang beredar ini, Allah subhanahu wata'ala juga sudah memberikan panduan melalui firman-Nya dalam QS Al-Hujurat Ayat 6:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

 

Kemampuan untuk menyaring informasi ini menjadi ciri dari apakah kita memiliki literasi digital yang baik atau tidak. Secara umum literasi digital adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber. Tentunya semakin baik literasi digital yang dikuasai seseorang, maka akan semakin besar peluang untuk selamat dari hal-hal negatif di dunia maya yang tentu bisa berimbas pada kehidupan nyata. Sebaliknya, seseorang yang rendah literasi digitalnya, maka akan mudah terprovokasi oleh berita dan informasi yang diedarkan oknum ataupun kelompok yang tidak bertanggung jawab. Literasi digital juga akan mampu menyelamatkan mental kita dari kecanduan media sosial dan lebih peka terhadap apa yang terjadi di sekeliling kita. Kecanduan media sosial bisa menjadikan seseorang tidak peduli pada sekitar. Orang yang jauh didekatkan sementara orang yang dekat malah dijauhkan. Seseorang yang memiliki literasi digital yang baik akan mampu dengan bijak menggunakan media sosial sesuai porsinya. Ia juga akan mampu memilah dan memilih informasi dan menjaga kesehatan mental dari pengaruh informasi yang tidak benar atau hoaks. Literasi digital akan mampu mengingatkan seseorang untuk berhati-hati dan menjaga keamanan diri dan orang lain terutama dari tindak kejahatan digital.


 

Banyaknya informasi yang tersedia di dunia maya membutuhkan kewaspadaan kita, terlebih jika itu terkait dengan permasalahan agama. Jangan sampai kita terjebak belajar agama dari sumber yang tidak terpercaya karena saat ini memang siapa saja bisa membuat konten-konten agama dan dengan mudah disebarkan di dunia maya. Kita perlu mengingat bahwa belajar agama harus melalui guru yang memiliki silsilah serta kompetensi keilmuan yang jelas dengan rekam jejak keteladanan dan sikap yang baik. Di era saat ini kita harus memegang prinsip:

اُنْظُرْ مَا قَالَ وَ انْظُرْ مَنْ قَالَ

“Lihat apa yang dikatakan dan lihat juga siapa yang mengatakan”.

 

Terlebih itu berasal dari internet atau media sosial sehingga kita bisa terhindar dari informasi yang disampaikan oleh orang yang tidak berkompeten di bidangnya.

Hal ini selaras dengan metode para ulama dalam menentukan apakah sebuah hadits itu shahih atau tidak. Para ulama selalu mempertimbangkan sanad atau silsilah orang-orang yang membawa atau meriwayatkan sebuah hadits. Ulama juga mempertimbangkan rawi yakni informan atau orang yang menyampaikan hadits dari Nabi Muhammad saw. Jika orang yang ada dalam sanad atau rawi ini diragukan kejujuran dan kredibilitasnya maka secara otomatis akan mempengaruhi kualitas dari hadits tersebut.

 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar