Senin, 27 Juni 2022
Khotbah Jumat Singkat "Malik Bin Dinar"
Maasyiral Mukminin Rahimakumullah,
Marilah kita memanjatkan Puja dan Puji Syukur kehadirat Allah SWT dengan nikmatnya dan hidayahnya kita dapat berkumpul disini menunaikan solat Jumat berjamah
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam yang telah menyampaikan Agama yang sempurna kepada umat manusia. Semoga kita termasuk kedalam golongan orang-orang selalu berpegang teguh dengan sunnah Beliau hingga ajal menjemput kita.
Maasyiral Mukmini Rahimakumullah,
Pada zaman tabiin, ada seorang alim yang berpengaruh. Dialah Malik bin Dinar. Tokoh yang terkenal akan sifat zuhud dan warak itu merupakan teladan pada masanya.
Murid Imam Anas bin Malik itu gemar mendirikan shalat tahajud. Baginya, waktu sepertiga malam adalah saatnya meningkatkan kedekatan dengan Allah SWT. Karena itu, ia sering kali terjaga hingga azan subuh tiba.
Pada suatu hari, kebiasaannya itu dihadapkan pada sebuah peristiwa yang tidak biasa. Malam itu, Malik bin Dinar baru saja mengambil air wudhu di kamar mandi rumahnya. Usai itu, ia hendak menunaikan shalat sunah.
Maasyiral Mukmini Rahimakumullah,
Saat sedang beribadah, ada suara yang terdengar mengganggu kekhusyukannya dari arah kamar belakang. Dengan penuh konsentrasi, Malik bin Dinar pun meneruskan shalatnya. Setelah melakukan salam, ia terus berdoa dan berzikir.
Ternyata, suara gangguan itu tidak kunjung berhenti. Setelah menuntaskan zikirnya, Malik pun bangkit berdiri. Ia berjalan ke arah bagian belakang rumahnya.
Ulama tersebut mendapati seorang pemuda yang mengenakan penutup mulut dan kepala sedang mengacak-acak lemari bajunya. Jelas sekali bahwa “tamu tak diundang” itu berupaya mencuri sesuatu barang dari rumahnya.
Barangkali, pencuri itu kesal karena tidak menemukan satu pun benda berharga yang pantas dibawanya kabur. Malik membiarkan remaja tersebut. Ia hanya melihat si maling dari kamar tempatnya shalat.
Semua almari, laci, dan kotak penyimpanan yang ada di sana sudah dibukanya. Namun, kantong yang dibawa si pencuri masih kempes saja. Karena merasa perbuatannya sia-sia, pelaku kejahatan itu hendak keluar diam-diam dari rumah ini.
Maasyiral Mukmini Rahimakumullah,
Tanpa sengaja, maling tersebut berpapasan dengan Malik bin Dinar yang hendak mengambil mushaf Alquran di kamar utama. Sekilas, pemuda bertopeng itu nyaris menodongkan senjatanya ke sang tuan rumah.
Namun, setelah melihat sikap Malik yang biasa-biasa saja—tidak menjerit atau bahkan mengusir dirinya—pencuri tersebut menyarungkan belatinya. Untuk sesaat, kedua kaki dan tangannya seperti membeku. Dirinya menunggu apa yang akan dilakukan sang pemilik rumah terhadapnya.
“Assalamu’alaikum, wahai saudaraku. Engkau telah masuk ke dalam rumahku, tetapi sepertinya engkau tidak mendapatkan apa-apa yang bisa diambil,” ujar Malik memecah kesunyian.
Sambil menyerahkan sajadah, alim tersebut berkata lagi, “Ke marilah, aku tidak akan membiarkanmu keluar dari rumahku tanpa mengambil manfaat.”
Setelah meletakkan sajadah di kamar tempatnya biasa shalat, Malik berjalan ke arah sumur. Dengan ember, ia menampung air dan membawanya ke hadapan lelaki itu. Dengan isyarat, ia persilakan sang “tamu” untuk berwudhu.
“Setelah itu, silakan engkau shalat dua rakaat. Sungguh, waktu sepertiga malam adalah sangat baik,” ucap Malik.
“Baiklah, terima kasih,” kata si pencuri.
Pria muda itu lalu membuka penutup mulut dan kepalanya. Ia pun bersiap untuk wudhu. Tidak lama kemudian, ia mendirikan shalat tahajud di atas sajadah yang tadi diberi Malik bin Dinar.
Usai shalat, ia kembali kepada alim tersebut. “Wahai Tuan,” katanya, “apakah boleh bila menambah dua rakaat lagi?”
“Silakan. Tambahlah sesuai dengan kemampuanmu,” jawab ulama ini.
Maasyiral Mukmini Rahimakumullah,
Maka shalatlah si pencuri tersebut secara terus menerus hingga azan Subuh berkumandang. Sementara Malik bin Dinar bersiap ke masjid, lelaki muda itu berkata kepadanya, ‘Wahai Tuan, aku mesti menginap di rumahmu ini karena aku telah berniat melaksanakan puasa sunah.”
“Menetaplah sesuai dengan keinginanmu,” kata Malik.
Demikianlah remaja tersebut tinggal sepekan lamanya di rumah tokoh yang semula hendak dirampoknya itu. Selama itu pula, Malik bin Dinar mengajarinya berbagai ilmu agama. Maka pada hari kedelapan, lelaki muda itu mendirikan shalat tobat. Dengan sepenuh hati, ia kembali pada jalan ketaatan. Menyesali segala dosa-dosanya silam.
Setelah itu, mantan pencuri tersebut berpamitan kepada sang alim. “Wahai Tuan,” katanya, “aku telah bertobat nasuha kepada Allah Ta’ala. Doakan diriku agar selalu istikamah di jalan-Nya.”
“Aku doakan kebaikan untukmu. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepadamu,” tutur sang ahli ilmu.
Maka pulanglah pemuda ini. Beberapa hari berlalu. Ia berjumpa dengan seorang kawannya yang masih menjadi pencuri.
“Lho, kukira engkau baru saja keluar dari rumah Malik bin Dinar!? Apa saja barang berharga yang berhasil kau ambil dari sana?” tanyanya.
“Sungguh, aku semula hendak mencuri hartanya, tetapi justru dialah yang kemudian mencuri hatiku. Ku ikuti semua bimbingannya sehingga aku pun bertobat,” jawab lelaki ini.
Maasyiral Mukmini Rahimakumullah,
Dalam kisah ini dapat kita petik pelajaran bahwa dengan kita memperlakukan seseorang dengan lembah lembut maka akan menjadi cahaya hidayah bagi orang yang awalnya berniat jahat menjadi pribadi yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam Al quran surah
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْ
159. Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.
Dan sejalan dengan Hadist Riwayat Muslim Rasulullah bersabda
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ حُرِمَ الرِّفْقَ حُرِمَ الْخَيْرَ أَوْ مَنْ يُحْرَمْ الرِّفْقَ يُحْرَمْ الْخَيْرَ
Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa dijauhkan dari sifat lemah lembut (kasih sayang), berarti ia dijauhkan dari kebaikan." (HR Muslim)
Oleh karena itu, kita harus berupaya menyandang sifat ini karena termasuk sifat yang dicintai oleh Allah SWT lagi penuh dengan keutamaan. Sesungguhnya Allah Mahalembut, dia menyukai kelembutan. Dia memberikan kepada orang yang lemah lembut apa yang tidak diberikan kepada yang kasar dan apa yang tidak diberikan kepada yang selainnya.
Khotbah Jumat Singkat "Sifat Dengki"
Khotbah Jumat Tentang Sifat Dengki.
Maasyiral muslimin Rahimakumullah,
Marilah kita memanjatkan Puja dan Puji Syukur kehadirat Allah SWT dengan nikmatnya dan hidayahnya kita dapat berkumpul disini menunaikan solat Jumat berjamah
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam yang telah menyampaikan Agama yang sempurna kepada umat manusia. Semoga kita termasuk kedalam golongan orang-orang selalu berpegang teguh dengan sunnah Beliau hingga ajal menjemput kita.
Maasyiral muslimin Rahimakumullah,
Sifat dengki berarti menaruh perasaan marah, benci, atau tidak suka kepada keberuntungan orang lain. Luapan amarah itu dipicu oleh adanya iri dalam hati pelakunya. Maka dari itu, sesungguhnya kedengkian adalah penyakit kalbu.
Ada berbagai faktor lain yang menyalakan rasa dengki. Di antaranya adalah hadirnya naluri untuk selalu lebih hebat daripada orang lain.
Tolok ukur kehebatan itu pun biasanya berupa hal-hal fisik. Misalnya, pakaian yang bagus atau perhiasan dengan harga amat mahal. Melihatnya, si pendengki berhasrat memiliki benda-benda itu agar dirinya tampil lebih mewah daripada kebanyakan orang. Inginnya semua puji tertuju hanya kepadanya.
Maasyiral muslimin Rahimakumullah,
Islam mengajarkan umatnya agar menjauhi sifat dengki. Alquran menuturkan kisah yang dialami si makhluk terkutuk, Iblis. Mengapa sosok dari bangsa jin itu enggan melaksanakan perintah Allah SWT yakni bersujud hormat kepada Adam alaihissalam?
Sebab, dalam dirinya terdapat kedengkian yang begitu mengeras. Dalam surat Al A'raf ayat 12 dijelaskan:
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
“Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?' (Iblis) menjawab, 'Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.' Akibatnya, Iblis ditetapkan Allah sebagai makhluk yang durhaka kepada-Nya, serta menjadi musuh manusia yang beriman.”
Pesan Nabi SAW sangat jelas. Hindarilah sifat iri dan dengki. Sebab, keduanya dapat menyebabkan gelap mata dan tumpulnya kepekaan nurani.
“Melepaskan dua ekor serigala yang kelaparan di kandang kambing tidak lebih besar bahayanya dibandingkan dengan seorang Muslim yang rakus terhadap harta dan dengki terhadap agama. Sesungguhnya, dengki itu memakan habis kebaikan, seperti api melalap habis kayu.” (HR at-Tirmidzi).
Seseorang yang dengki biasanya membuat fitnah atau berita buruk terhadap sasarannya. Bahkan, apabila orang yang tidak disukainya itu tidak melawan, tetap saja si pendengki memikirkan seribu satu cara guna menyingkirkannya sama sekali. Maka, orang jahat sibuk dengan kedengkiannya, lupa dengan kebaikan yang semestinya ia lakukan selama masih di dunia.
Kedengkian atau al-hasad merupakan asal dari banyak kezaliman, termasuk fitnah. Alquran dan Sunnah menegaskan beratnya siksa bagi orang-orang yang memfitnah atas kehormatan seorang Muslim. Sebaran hoaks juga cenderung merusak rasa persaudaraan (ukhuwah), khususnya di antara komunitas Mukmin.