Selasa, 09 Agustus 2022

Persiapkan Masa Depan dengan Bekal Ketakwaan

 

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah swt

 

Segala puji milik Allah swt yang telah memberikan kita berbagai macam kenikmatan sehingga kita dapat memenuhi panggilan-Nya untuk menunaikan shalat Jumat. Nikmat yang kita dapatkan tidak lain harus digunakan dalam rangka memenuhi syariat yang telah ditetapkan-Nya. Shalawat beserta salam, mari kita haturkan bersama kepada Nabi Muhammad saw, juga kepada para keluarganya, sahabatnya, dan semoga melimpah kepada kita semua selaku umatnya. Aamiiin ya Rabbal ‘alamin.

Di hari yang istimewa ini, marilah kita meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah swt. Karena, orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa kepada-Nya. Peningkatan takwa ini sangat penting dilakukan oleh kita mengingat hal tersebut merupakan bekal yang harus kita bawa kelak di akhirat nanti. Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah swt., Saat ini, kita sudah memasuki hari-hari akhir di tahun 1443 Hijriyah. Dua pekan lagi, kita akan memasuki tahun baru 1 Muharram 1444 Hijriyah. Waktu berjalan begitu saja tanpa terasa. Namun, kita rasa-rasanya belum bisa memanfaatkan waktu tersebut dengan baik. Hari demi hari lagi-lagi dilalui dengan berbagai macam kesalahan. Namun, hal itu dianggap angin lalu tanpa coba kita perbaiki di kemudian hari.

Memasuki akhir tahun dan menghadapi awal tahun baru, sudah sepatutnya kita menengok apa saja yang telah kita perbuat dan merencanakan perbaikan ke depannya. Allah swt telah berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Hasyr ayat 18:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."

 

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah swt,

 

Kita harus memaafkan masa lalu. Memaafkan bukan berarti melupakan. Memaafkan menjadi langkah awal untuk memperbaiki langkah di masa yang akan datang. Sementara masa kini harus kita hadapi. Sebab, masa kini inilah yang ada persis di depan mata. Kita tak bisa menghindarinya. Mau tidak mau, itu harus dihadapi dengan cara dan sikap sebaik mungkin. Adapun masa depan harus kita persiapkan. Persiapan menuju masa depan dimulai dengan melihat mana yang perlu diperbaiki dari masa lalu yang telah kita lewati dan masa kini yang tengah dihadapi. Kaum Muslimin yang berbahagia, Hari esok yang dimaksud pada ayat tersebut menurut pandangan banyak ulama adalah akhirat. Akhirat ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan dunia yang menjadi jembatan menujunya. Makanya, ada satu nasehat penting:

اِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعْيْشُ أَبَدًا وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَأنَّكَ تَمُوْتُ غدًا

Artinya: "Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan kau mati esok."

 

Pekerjaan yang tampaknya duniawi jika dilakukan untuk memenuhi kekuatan dalam beribadah juga termasuk ibadah yang bernilai akhirat. Lalu, kapan tiba waktunya kita di akhirat? Kita sendiri tidak ada yang mengetahui kapan, di mana, dan dalam keadaan bagaimana ajal tiba. Hal ini sudah ditegaskan Allah swt dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 34:


اِنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗ عِلْمُ السَّاعَةِۚ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْاَرْحَامِۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًاۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌۢ بِاَيِّ اَرْضٍ تَمُوْتُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

 

 

Artinya: "Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal".

 

Dalam kitab Al-Bahrul Muhith, Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Muqatil, dijelaskan bahwa tidak ada yang mengetahui kelak akan bekerja sebagai apa, apakah baik atau buruk. Pun kita akan meninggal di mana, di darat, di laut, atau dalam keadaan yang seperti apa? Wallahu a'lam. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah saw mengingatkan kita agar memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.

اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

Artinya: “Gunakan lima perkara sebelum datang lima perkara; masa mudamu sebelum masa tua, sehatmu sebelum sakitamu, kekayaanmu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum kesibukanmu dan kehidupanmu sebelum kematianmu.” (HR Al Hakim)

 

Oleh karena itu, kita harus memanfaatkan betul waktu yang 24 jam yang telah disediakan untuk kita. Ini tidak lain agar kita betul-betul siap untuk menghadap Allah swt dengan bekal ketakwaan yang telah saban hari kita tingkatkan. Semoga Allah swt memberikan kita kekuatan dan kesempatan untuk terus memperbaiki masa depan sehingga kita dapat menghadap kepada Allah swt dengan husnul khatimah.




Senin, 01 Agustus 2022

Literasi Digital dan Kesehatan Mental

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

 

Ketakwaan merupakan bekal yang paling baik dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Itulah salah satu alasan kenapa pesan ketakwaan menjadi salah satu rukun yang wajib disampaikan setiap khatib Jumat saat menyampaikan materi khutbahnya. Jika wasiat takwa ini tidak disampaikan kepada jamaah, maka secara hukum, rangkaian shalat Jumat pun tidak sah. Sehingga pada kesempatan mulia ini, saya selaku khatib berwasiat kepada seluruh jamaah wabil khusus kepada diri khatib sendiri untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt dengan berjuang sekuat tenaga menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.


Selain dampak positif yang bisa kita dapatkan dari adanya era digital ini, ancaman nyata juga hadir dan bisa membawa kita terjerumus kepada hal-hal negatif. Menyikapi kondisi ini, perlu kita meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan dengan terus memperkuat literasi digital alias kecakapan dalam pemanfaatan alat dan media digital. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Alaq ayat 1-5:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

Artinya: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan; Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah; Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah; Yang mengajar (manusia) dengan perantara qalam (pena); Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

 

Allah menurunkan firman-Nya tentang membaca. Ayat ini adalah ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw. Sebuah ayat yang mengingatkan kepada kita untuk membaca, membaca, dan membaca. Membaca di sini bukan hanya membaca secara tekstual, yakni mencari informasi huruf, kata, kalimat, paragraf sampai dengan teks. Membaca ini juga bermakna kontekstual, yakni membaca situasi dan kondisi lingkungan serta perkembangan zaman. Pada era digital saat ini, di mana informasi yang beredar di dunia maya sudah overload (berlebihan) perlu disikapi dengan kemampuan membaca dengan cermat dengan bekal literasi digital.

Terkait derasnya informasi yang beredar ini, Allah subhanahu wata'ala juga sudah memberikan panduan melalui firman-Nya dalam QS Al-Hujurat Ayat 6:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

 

Kemampuan untuk menyaring informasi ini menjadi ciri dari apakah kita memiliki literasi digital yang baik atau tidak. Secara umum literasi digital adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber. Tentunya semakin baik literasi digital yang dikuasai seseorang, maka akan semakin besar peluang untuk selamat dari hal-hal negatif di dunia maya yang tentu bisa berimbas pada kehidupan nyata. Sebaliknya, seseorang yang rendah literasi digitalnya, maka akan mudah terprovokasi oleh berita dan informasi yang diedarkan oknum ataupun kelompok yang tidak bertanggung jawab. Literasi digital juga akan mampu menyelamatkan mental kita dari kecanduan media sosial dan lebih peka terhadap apa yang terjadi di sekeliling kita. Kecanduan media sosial bisa menjadikan seseorang tidak peduli pada sekitar. Orang yang jauh didekatkan sementara orang yang dekat malah dijauhkan. Seseorang yang memiliki literasi digital yang baik akan mampu dengan bijak menggunakan media sosial sesuai porsinya. Ia juga akan mampu memilah dan memilih informasi dan menjaga kesehatan mental dari pengaruh informasi yang tidak benar atau hoaks. Literasi digital akan mampu mengingatkan seseorang untuk berhati-hati dan menjaga keamanan diri dan orang lain terutama dari tindak kejahatan digital.


 

Banyaknya informasi yang tersedia di dunia maya membutuhkan kewaspadaan kita, terlebih jika itu terkait dengan permasalahan agama. Jangan sampai kita terjebak belajar agama dari sumber yang tidak terpercaya karena saat ini memang siapa saja bisa membuat konten-konten agama dan dengan mudah disebarkan di dunia maya. Kita perlu mengingat bahwa belajar agama harus melalui guru yang memiliki silsilah serta kompetensi keilmuan yang jelas dengan rekam jejak keteladanan dan sikap yang baik. Di era saat ini kita harus memegang prinsip:

اُنْظُرْ مَا قَالَ وَ انْظُرْ مَنْ قَالَ

“Lihat apa yang dikatakan dan lihat juga siapa yang mengatakan”.

 

Terlebih itu berasal dari internet atau media sosial sehingga kita bisa terhindar dari informasi yang disampaikan oleh orang yang tidak berkompeten di bidangnya.

Hal ini selaras dengan metode para ulama dalam menentukan apakah sebuah hadits itu shahih atau tidak. Para ulama selalu mempertimbangkan sanad atau silsilah orang-orang yang membawa atau meriwayatkan sebuah hadits. Ulama juga mempertimbangkan rawi yakni informan atau orang yang menyampaikan hadits dari Nabi Muhammad saw. Jika orang yang ada dalam sanad atau rawi ini diragukan kejujuran dan kredibilitasnya maka secara otomatis akan mempengaruhi kualitas dari hadits tersebut.

 


 

Persatuan Umat

 

Jamaah Jumat rahimakumullah,

 

Sebagai salah satu rukun dalam khutbah Jumat, khatib mengajak kepada seluruh jamaah untuk senantiasa memperkuat dan meningkatkan komitmen keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Allah swt telah menjanjikan dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13 bahwa orang yang paling bertakwa akan mendapatkan posisi yang paling mulia di sisi Allah swt.

اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ

Artinya: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa”.

 

Sebelum menegaskan tentang keistimewaan orang bertakwa, dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13 ini Allah mengingatkan kepada kita untuk menyadari bahwa perbedaan-perbedaan yang ada di dunia ini merupakan sunnatullah. Allah menciptakan adanya laki-laki dan perempuan, adanya suku-suku dan bangsa yang ada di dunia ini bukan untuk saling berpecah belah. Namun semuanya itu dalam rangka saling kenal-mengenal.

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا

Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal”.

Sehingga menjadi sebuah keniscayaan bagi kita untuk senantiasa bersyukur kepada Allah swt atas karunia kedamaian dan ketenangan yang telah tercipta di tanah air Indonesia. Di tengah kebinekaan suku, budaya, dan agama yang dimiliki masyarakat Indonesia, kita dapat menjalankan berbagai aktivitas kehidupan tanpa ada gangguan dan konflik, terlebih peperangan akibat perbedaan-perbedaan yang ada. Perbedaan adalah sunnatullah, keragaman dalam kehidupan adalah rahmatullah jika kita bisa mengelolanya dengan baik.

 

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, Indonesia memiliki 1.340 suku dan sub suku bangsa dengan berbagai macam agama yang dianut. Tingginya keragaman ini harus kita jaga sebagai sebuah rahmat Allah swt yang menjadikan bumi Indonesia indah dan damai. Jika tidak bisa mengelolanya dengan baik, maka tentu bisa menjadi potensi besar munculnya konflik. Di antara kunci penting dalam mempertahankan dan mewujudkan kedamaian di tengah perbedaan-perbedaan ini adalah senantiasa menerapkan prinsip moderat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Termasuk juga moderat dalam beragama.

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”

 

 

 

Sikap moderat atau memposisikan diri di tengah-tengah, atau tidak berlebih-lebihan dalam beragama atau ghulluw ini, mampu memunculkan sikap toleransi yang berbuah ketenangan dalam kehidupan. Menghindari sikap dan beragama yang berlebih-lebihan melampaui batas ini telah ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Annisa ayat 171:

يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ لَا تَغْلُوْا فِيْ دِيْنِكُمْ وَلَا تَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ اِلَّا الْحَقَّ

Artinya: "Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar."

 

Rasulullah pun telah mengingatkan dalam haditsnya:

 

خَيْرُ الْأُمُوْرِ أَوْسَطُهَا

Artinya: "Sebaik-baik urusan ialah yang dilakukan dengan biasa-bisa atau sedang-sedang saja.”

 

Jamaah Jumat rahimakumullah,

 

Sikap moderat dalam beragama di era banjir informasi saat ini pun semakin mendapat tantangan yang besar. Melalui internet khususnya media sosial banyak ditemukan narasi-narasi berbungkus agama yang melakukan provokasi untuk tidak berprilaku berlebih-lebihan dalam beragama. Bagi mereka yang sudah memahami nilai-nilai ilmu ajaran agama Islam, maka provokasi tersebut bisa ditangkal dengan mudah. Namun bagi mereka yang masih minim dalam pemahaman dan pengetahuan agama, provokosi ini bisa menjerumuskan kepada praktik-praktik tidak moderat. Semangat dalam beribadah dan beragama harus diiringi dengan pemahaman ilmu agama yang dalam. Jika tidak, maka memunculkan hal yang tak baik di antaranya merasa paling benar sendiri dalam pengamalan agama dan menghakimi bahwa yang tidak sepaham sebagai sebuah kesalahan. Padahal, semakin dalam pemahaman ilmu agama yang dimiliki, maka seseorang akan semakin memahami esensi dari beragama dan beribadah. Oleh karena itu, saatnya bagi kita untuk terus belajar mendalami ilmu agama dari para ulama yang jelas silsilah guru dan keilmuannya dan memiliki sikap moderat dalam beragama.

 

Jamaah Jumat rahimakumullah,

 

Semoga kita diberikan hidayah dan kekuatan oleh Allah swt dalam menjalankan segala perintah-Nya. Dan semoga kita diberi petunjuk dan kekuatan dari Allah untuk menggapai kebenaran dalam beragama serta diberikan kekuatan untuk menjauhi yang batil walaupun itu dibungkus dengan nama agama.