Bagaimanakah Negara Palestina di mata Sekretaris Jenderal (Sekjen)
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki-moon? Menurut diplomat Korea
Selatan ini, untuk menuju Negara Palestina Merdeka harus ada pembicaraan
damai yang berujung pada pendirian dua negara: Palestina berdampingan
dengan Israel.
Ban Ki-moon berpandangan Tahun 2014 merupakan waktu tepat untuk
pembicaraan damai. Jangan sampai terlewatkan. Pembicaraan damai yang
bertujuan menghentikan penjajahan yang telah berlangsung sejak 1967
serta mendirikan Negara Palestina Merdeka dan Berdaulat dengan
batas-batas sebelum tahun 1967.
Ini berarti Madinatul Quds (Jerusalem) Timur, Jalur Gaza, Semenanjung
Sinai (telah dikembalikan ke Mesir), Tepi Barat, dan Dataran Tinggi
Golan (Suriah) yang telah diduduki Israel sejak 1967 harus dikembalikan
kepada Palestina dan Arab. Menurut Ban, hanya dengan itu bangsa
Palestina bisa hidup berdampingan dengan negara Israel dengan rasa aman.
Namun, lanjutnya, Al Quds (Madinatul Quds) harus dikeluarkan dari
materi pembicaraan damai. Ia sepakat Al Quds merupakan ibukota kedua
negara, dengan syarat harus ada peraturan yang menjamin semua orang bisa
mengunjungi tempat-tempat yang dianggap suci oleh para pemeluk agama.
Selain itu, katanya, harus ada penyelesaian adil untuk memulangkan
jutaan warga Palestina di pengasingan.
Pandangan Ban Ki-moon itu disampaikan ketika ia memberi pidato
mengenai keputusan PBB yang menjadikan '2014 sebagai ‘Tahun Solidaritas
Buat Bangsa Palestina' pada akhir November lalu. Keputusan itu diambil
melalui pemungutan suara negara anggota PBB. Sejumlah 110 setuju, 7
menolak, dan 54 abstain.
Tahun lalu, pada bulan yang sama, Sidang Umum PBB juga telah
menyetujui menjadikan Palestina sebagai pengamat non-anggota. Status ini
secara otomatis merupakan pengakuan terhadap Negara Palestina. Pada
saat itu, 138 negara anggota menyatakan setuju, 9 menolak, dan 41
abstain. Bisa dipasikan yang menolak adalah AS dan Israel serta
konco-konconya.
Status baru Palestina di dunia internasional ini tentu patut disambut
gembira. Namun, apakah status, pengakuan, dan solidaritas ini banyak
artinya buat masyarakat Palestina yang sehari-hari hidup menderita di
bawah pendudukan Zeonis Israel? Bukankah rakyat Palestina sudah terlalu
sering mendengar janji-janji dari para pemimpin dunia?
Faktanya, Zeonis Israel, terutama pada pemerintahan Perdana Menteri
Benjamin Netanyahu sekarang ini, telah semakin berhasil menancapkan
pengaruh Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan. Caranya, antara lain
dengan mengubah ciri-ciri khas Palestina dengan indentitas baru Yahudi.
Termasuk nama-nama kampung, desa, dan jalan.
Menurut pemerhati masalah Palestina, 'Ato'ullah Marajoni, yang
menulis di media Al Sharq Al Awsat edisi 9 Desember lalu, apa yang
dilakukan Zeonis Israel ini sebenarnya strategi lama. Ia menunjuk sebuah
buku berjudul 'Tahwidul Quds' (Mengyahudikan Al Quds) yang ditulis
Rouhi Al Khatib pada 1970. Juga buku yang ditulis sastrawan dan politisi
Palestina, Imil Habibi, tentang 'Mengyahudikan Palestina dan
Orang-orang Palestina'. Di dalam kedua buku itu disebutkan bagaimana
mengyahudikan budaya, gaya hidup, dan cara berpikir warga Palestina,
terutama mereka yang hidup di bawah pendudukan Zeonis Israel.
Strategi 'mengyahudikan' Palestina ini tidak bisa dianggap remeh. Ia
harus dipandang sebagai sama bahayanya dengan perang bersenjata.
Strategi ini secara pelan-pelan tapi pasti akan menghilangkan identitas
warga dan wilayah-wilayah Palestina yang diduduki Zeonis Israel. Yang
terakhi ini kemudian menggantikannya dengan identitas Yahudi.
Yang paling gencar diserang oleh 'strategi mengyahudikan Palestina'
ini adalah Al Quds bagian timur yang banyak dihuni warga Palestina.
Hampir tiap hari warga Palestina di wilayah ini diancam, diteror, serta
diusir. Tujuannya agar mereka tidak kerasan dan kemudian meninggalkan
rumah-rumah mereka. Rumah-rumah warga Palestina ini kemudian dihancurkan
dan dibangun pemukiman baru Yahudi.
Berikutnya adalah mengganggu keberadaan Masjidil Aqsa yang merukan
tempat suci yang paling sensitif bagi umat Islam. Selain merusak
bagian-bagian dari masjid yang merupakan kiblat pertama umat Islam ini,
Zeonis Israel juga melarang-anak-anak muda shalat di masjid. Setiap
orang Palestina yang masuk ke tempat suci ini harus diperiksa ketat.
Sejumlah kelompok warga Yahudi juga menggelar perbagai pertunjukan musik
yang hingar bingar tepat di depan masjid, yang bahkan sering
berlangsung pada waktu-waktu shalat.
Semua itu dimaksudkan agar ketika berlangsung pembicaraan damai
dengan delegasi Palestina, posisi Zeonis Israel di pihak yang kuat.
Mereka akan mendasarkan pada bukti bahwa wilayah-wilayah yang diduduki
selama ini secara faktual adalah beridentitas Yahudi: penghuni, budaya,
gaya hidup, dan bahkan nama-nama kampung, desa, dan jalan-jalan. Itu
sebabnya, Netanyahu menolak keras syarat bahwa pembicaraan damai dengan
Palestina dikaitkan dengan pembangunan pemukiman baru Yahudi.
Dalam kondisi seperti itulah PBB menjadikan 2014 sebagai 'Tahun
Solidaritas terhadap Bangsa Palestina'. Pertanyaannya, apa yang bisa
diperbuat oleh PBB dan bahkan oleh Ban Ki-moon? Selama ini Zeonis Israel
pun telah lama tidak memandang badan dunia itu.
Berbagai kecaman dan resolusi PBB (Majelis Umum dan DK) dianggapnya
sepi. Bahkan dalam pembicaraan damai dengan Palestina, Zeonis Israel
ogah melalui PBB. Mereka hanya mau pembicaraan secara langsung dengan
delegasi Palestina yang difasilitasi oleh AS. Sementara Ban Ki-moon
meskipun menjabat sebagai Sekjen PBB tidak mempunyai power. Tidak
memiliki kekuatan memaksa. Ia tak lebih dan tak kurang hanya sebagai
moderator dari negara-negara anggota badan dunia itu.
Apa pun, keputusan PBB untuk menjadikan 2014 sebagai tahun
solidaritas untuk bangsa Palestina patut disambut gembira. Juga
harapan-harapan besar Ban Ki-moon untuk bangsa Palestina. Walaupun kita
juga tahu bahwa janji-janji PBB dan anggotanya, termasuk kecaman-kecaman
mereka, ibarat tong kosong yang nyaring bunyinya. Zeonis Israel telah
lama menganggap PBB hanyalah gong-gongan anjing. Mereka akan terus
membangun pemukiman baru Yahudi dan mengubah apa pun yang berbau
Palestina dengan identitas Yahudi. (By REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ikhwanul Kiram Mashuri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar