Tugas yang diemban oleh para pencari ilmu sangat mulia dan terhormat.
REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Syekh Aiman Sami menulis risalah sederhana. Sebuah catatan
yang ia tujukan untuk para pencari ilmu. Kumpulan pesan ringkas tapi
padat itu ia tulis dengan tajuk Risalah ila Thalib al-Ilmi. Tugas yang
diemban oleh para pencari ilmu sangat mulia dan terhormat. Dengan ilmu
yang diperoleh, pada hakikatnya akan mengantarkan mereka terhadap
pengakuan yang kuat atas eksistensi Allah SWT.Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS. Ali Imran [3]: 18).
Ali bin Abi Thalib RA pernah berbagi petuah bijak kepada Kamil bin Ziyad. Menantu Rasulullah tersebut menegaskan kepada Kamil, ingatlah bahwa ilmu itu lebih berharga dari harta. Ilmu akan menjagamu, sementara engkau menjaga harta itu. Ilmu akan berkuasa, padahal harta sering engkau kuasai. Dan, harta akan berkurang dengan dibelanjakan, sementara ilmu semakin bertambah jika sering disalurkan.
Syekh Aiman menduga, serangkaian etika menuntut ilmu tak lagi diperhatikan. Adab paling utama yang terlupakan itu ialah pentingnya penekanan niat. Orientasi mencari ilmu mesti dilandasi atas semangat ibadah dan pengabdian untuk-Nya. Sekolah ataupun kuliah, bukan cuma diniati untuk mendapat pekerjaan. Terkadang, memang pragmatisme hidup mendorong tak sedikit kalangan pendek pikiran.
Segala sesuatu itu tergantung niat, titah Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Umar bin Khatab. Membersihkan niatan duniawi memang tak gampang. Perlu usaha keras dari yang bersangkutan, tetapi ini akan sebanding dengan hasil yang akan dicapai. Dua kebajikan sekaligus akan tercapai, bila niat belajar diikhlaskan untuk-Nya, yakni kebaikan beribadah dan ganjaran mencari ilmu. Tak ada yang lebih sulit bagiku ketimbang meluruskan niat, ujar tokoh generasi salaf, Sufyan ats-Tsauri.
Siap dengan segala keterbatasan. Terbatas ongkos dan uang jajan, misalnya. Seorang pencari ilmu idealnya terbiasa hidup prihatin. Tidak bergaya hidup mewah. Berapa pun bekal materi yang ia kantongi, hendaknya dipergunakan secukupnya.
Justru, mereka yang berkecukupan biaya dan ongkos faktanya kerap kesulitan menerima ilmu. Murid-murid berprestasi malahan banyak bermunculan dari keluarga sederhana, bahkan serbakekurangan. Ilmu hanya akan diraih berkat sabar dan keprihatinan, kata inisiator Mazhab Maliki, Imam Malik, berpetuah.
Hormatilah guru. Guru adalah perantara utama tersalurkannya ilmu. Tunaikan hak-hak mereka. Jaga etika bertanya, hindari mengumbar kekurangannya, dan taati perintah selama dalam kebajikan dan tidak bermaksiat pada-Nya.
Imam Syafii mencontohkan bagaimana bersikap terhadap guru, seperti yang ditunjukkannya di hadapan Imam Malik. Konon, pencetus Mazhab Syafii itu selalu berhati-hati membuka lembaran kitab jika berada di depan sang guru, Imam Malik. Aku tidak ingin membuatnya terusik dengan gesekan kertas, kata Syafii.